Ketika Mc D lebih syar’i dibanding warung pak Haji.

By | October 7, 2018

KETIKA MEKDI LEBIH SYAR’I DARIPADA WARUNG PAK HAJI.
lha kok bisa mas ? wah, parah nih!

hehehe… tunggu dulu, jangan langsung protes, baca dulu sampai akhir ya ^_^
sekilas kelihatan tidak mungkin, tapi itu benar terjadi.

tapi “warung pak haji” cuma ungkapan aja ya, OKNUM. tidak semua. daripada buru buru mau protes, mending baca dulu. hehehe
lalu pertanyaannya, dimana letak kesalahannya? produknya kah? atau yang lain?
langsung saja saya bocorkan.

kesalahan “pak Haji” adalah tidak adanya : AKAD!

_____________________
biar gampang Anda membayangkan, saya sampaikan dalam bentuk cerita.

suatu ketika, Anda dan 2 orang teman Anda, makan di warung kaki lima di pinggir jalan. 

menunya nggak banyak, masing masing cuma makan ayam goreng.
tiba tiba setelah makan.

Anda kaget, totalnya 389ribu. dan perporsinya dibandrol 60.000, belum minum dan gorengan.
pernah mengalami? ^_^
saya tidak bisa melihat Anda mengangguk atau menggeleng. tapi karena banyaknya pedagang yang

demikian, dari 100 orang, 80 orang diantaranya pasti pernah mengalami hal tsb.
emangnya nggak boleh ya? seperti itu?
jujur, saya nggak bisa jawab. tapi saya sampaikan jawaban Allah langsung lewat surat An-Nisa.
“Hai orang orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,

kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka (saling ridha) diantara kalian” (An-Nisa 29)
kata “‘An Taroodhin” itu maknanya saling ridho.
terus kalau makan, nggak tau harganya. tiba tiba ditagih tiga ratusan ribu cuma sekali makan malam aja.
bisa sih, pelanggan merasa cocok dengan harga segitu. karena memang mahal dan murah itu relatif. asalkan memenuhi

syarat, yaitu : RIDHO
bahasa gampangnya, DEAL!
jadi bukan masalah harga mahal atau murah suatu produk, pelanggan bisa bayar mahal asalkan jelas. dapatnya seberapa banyak. 
_______________________________________
kembali ke warung pak Haji, saya berprasangka baik aja. mungkin dia nggak tau hukumnya, bukan karena pengen melanggar, tapi mungkin karena belum tau hukum bit.ly/Muamalah Kontemporer tapi alangkah baiknya kalau kita mengejar ilmu, bukan menunggu.
bahkan Khalifah Umar Ibn Khattab radiall’ahuanhu bertindak tegas urusan jual beli, beliau berkata: 
“Janganlah seseorang berdagang di pasar kami sampai dia paham tentang hukum jual beli. jika tidak, maka ia akan terjerumus dalam memakan RIBA !” (sumber: kitab Mughnil Muhtaj 2:30 )
saya nggak bisa membayangkan kalau misalnya Umar Al-Faruq menjabat Khalifah di Indonesia terus dia keliling ke kota kota. udah diusir sana sini kali, pedagang pedagang kita. 😀
itu semua bisa diatur. jadi bukan lagi jamannya menutup nutupi harga.
point inilah yang saya sebut, MEKDI lebih syar’i. 
di Mekdi (tulisannya sengaja disalahin), atau di restoran fast food lainnya, bisa jadi itu dari perusahaan Amerika.

tapi saat menjual, dia jelas harganya. sebelum pembeli melakukan pembayaran, dia jelas. bayar 38.700 belum termasuk PPN.
itulah AKAD! kalau harganya cocok, beli. kalau ga cocok ya tinggalkan. selesai…
jadi pastikan DEAL dulu, baru bayar.
_____________________________
nah, setelah Anda baca postingan ini, tidak ada alasan lagi “saya nggak tau hukumnya”
perbaiki dari sekarang. jangan takut nggak laku. bukankah kita masih punya Allah sebagai tempat Meminta? bukankah kita masih ada kesempatan untuk belajar?
Belajar Muamalah bisa dari mana saja.
Laris, bukan tujuan akhir kita, tapi keberkahan dari setiap perniagaan yang kita lakukan, itu jaaaaauh lebih menentramkan.  
karena status ini berisi ilmu, Anda boleh klik “share” agar teman teman Anda juga tau.
Ayo mari kita, bantu doakan, mudah mudahan setiap perdagangan yang kita lakukan setiap hari, mengandung keberkahahan dan keberlimpahan. 
aamiiin ^_^
Sumber : masyarakatantiriba